BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Kamis, 16 Februari 2012

PENERAPAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA


Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat), bukan negara kekuasaan (machstaats) sebagaimana tertuang dalam bunyi UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.

SEBAGAI negara hukum, maka menjadi suatu kewajiban bahwa setiap penyelenggaraan negara dan pemerintahannya selalu berdasarkan pada peraturan perUndang-Undangan.

Maka negara hukum yang dimaksud disini bukan hanya merupakan pengertian umum yang dapat dikaitkan dengan berbagai konotasi. Maupun hanya rechstaat dan rule of law sebagaimana dipraktikkan di barat. Tapi juga nomokrasi Islam dan negara hukum Pancasila yang dipraktikkan di Indonesia.

Namun, Indonesia juga bukan negara yang menganut paham teokrasi berdasarkan penyelenggaraan negaranya pada agama tertentu saja. Dimana, menurut paham teokrasi, negara dan agama dipahami sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Yakni dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan. Sehingga tata kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara dilakukan dengan titah Tuhan dalam kehidupan umat manusia.

Oleh karena itu, paham ini melahirkan konsep negara agama atau agama resmi, dan dijadikannya agama resmi tersebut sebagai hukum positif. Konsep negara teokrasi ini sama dengan paradigma integralistik. Yaitu paham yang beranggapan bahwa agama dan negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Pada tataran lain, negara Indonesia juga tidak menganut negara sekuler yang mendisparitas agama atas negara dan memisahkan secara diametral antara agama dengan negara. Paham ini melahirkan konsep agama dan negara yang merupakan dua entitas berbeda, dan satu sama lain memiliki wilayah garapan masing-masing. Sehingga, keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain melakukan intervensi.

Namun relasi antara agama dan negara di Indonesia dikemas secara sinergis, bukan dikotomis yang memisahkan antara keduanya. Agama dan negara merupakan entitas yang berbeda. Namun, keduanya dipahami saling membutuhkan secara timbal balik. Yakni agama membutuhkan negara sebagai instrumen dalam melestarikan dan mengembangkan agama. Sebaliknya negara juga membutuhkan agama. Sebab, agama pun membantu negara dalam pembinaan moral, etika, dan spiritualitas.

Sistem hukum Indonesia adalah sistem hukum yang bukan berdasar pada agama tertentu. Tetapi memberi tempat kepada agama-agama yang dianut oleh rakyat untuk menjadi sumber hukum atau memberi bahan hukum terhadap produk hukum nasional.

Hukum agama sebagai sumber hukum disini diartikan sebagai sumber hukum materiil (sumber bahan hukum) dan bukan harus menjadi sumber hukum formal (dalam bentuk tertentu) menurut peraturan perUndang-Undangan.

Dalam konteks inilah, Islam sebagai agama yang dipeluk mayoritas penduduk Indonesia memiliki prospek dalam pembangunan hukum nasional. Karena secara kultural, yuridis, filosofis maupun sosiologis, memiliki argumentasi yang sangat kuat.

Penerapan atau positivisme hukum Islam dalam sistem hukum nasional setidaknya melalui dua langkah. Yaitu proses demokrasi dan prolegnas (akademisi), bukan indoktrinasi. Dalam proses demokrasi ada musyawarah mufakat yang kemudian dituangkan dalam prolegnas (progam legislasi nasional).

Yang selanjutnya untuk menjadi hukum positif diperlukan kajian lebih mendalam melalui naskah akademik karena menyangkut tinjauan dari berbagai macam aspek. Baik sosiologis, politis, ekonomis, maupun filosofis. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU No. 10/2004 sebagaimana sudah diubah menjadi Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Seiring berjalannya waktu, ada beberapa norma-norma hukum Islam yang sudah menjadi hukum positif. Adalah, apabila berkaitan dengan akuntabilitas publik atau tanggung jawab publik seperti undang-undang tentang zakat, wakaf, haji, peradilan agama, bank syariah, dan KHI (kompilasi hukum Islam).

0 komentar: